🌫️ Karakteristik Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

2] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 213 tentang kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. [3] Dr. Khalimi, Pembelajaran Akidah dan Akhlak , (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hlm. 51 Matapelajaran Bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat strategis dalam Kurikulum 2013. Peran utama mata pelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai penghela ilmu pengetahuan. Dengan menyebarkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif maka peran bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan akan terus berkembang seiring Bacajuga : Karakteristik Kurikulum 2013. Elemen utama perbaikan Kurikulum 2013 dalam rekonstruksi kompetensi mencakup: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kedua ilmu pengetahuan tersebut menyebabkan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menjadi kontekstual, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi lebih menarik. Tujuanmata pelajaran Bahasa Indonesia di SD/ Madrasah Ibtidaiyah yaitu : 1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, 2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, 3. KarakteristikMata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 Kurikulum 2013_Mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi modal dasar untuk cSvQ8yY. Buku Guru Bahasa Indonesia v 6. Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat, dan memperkaya antarmata pelajaran. 7. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik isi kompetensi karena pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas. Keterampilan kognitif dan psikomotorik merupakan kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sementara itu, sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung. 8. Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif, dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan. Beban belajar pada jenjang pendidikan SMAMA untuk kelas X, XI, dan XII masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMAMA adalah 45 menit. Mata pelajaran Bahasa Indonesia 5 jam belajar per minggu. B. Karakteristik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi modal dasar untuk belajar dan perkembangan anak-anak Indonesia. Mata pelajaran Bahasa Indonesia membina dan mengembangkan kepercayaan diri peserta didik sebagai komunikator, pemikir imajinatif dan warga negara Indonesia yang literat atau melek informasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan membina dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi yang dibutuhkan peserta didik dalam menempuh pendidikan dan di dunia kerja. Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis. Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan tiga hal yang saling berhubungan dan saling mendukung dalam mengembangkan pengetahuan siswa, memahami, dan memiliki kompetensi mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis. Ketiga hal tersebut adalah bahasa pengetahuan tentang Bahasa Indonesia; sastra memahami, mengapresiasi, menanggapi, menganalisis, dan menciptakan karya sastra; literasi memperluas kompetensi berbahasa Indonesia dalam berbagai tujuan khususnya yang berkaitan dengan membaca dan menulis. Bahasa Pengetahuan tentang Bahasa Indonesia yang dimaksud adalah pengetahuan tentang bahasa Indonesia dan bagaimana penggunaannya yang efektif. Peserta didik belajar bagaimana bahasa Indonesia memungkinkan orang saling berinteraksi secara efektif; membangun dan membina hubungan; mengungkapkan dan mempertukarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, perasaan, dan pendapat. Kelas XI SMAMASMKMAK vi Peserta didik mampu berkomunikasi secara efektif melalui teks yang koheren, kalimat yang tertata dengan baik, termasuk tata ejaan, tanda baca pada tingkat kata, kalimat, dan teks yang lebih luas. Pemahaman peserta didik tentang bahasa sebagai sistem dan bahasa sebagai wahana pengetahuan serta bahasa sebagai media komunikasi akan menjadikan peserta didik sebagai penutur Bahasa Indonesia yang produktif. Sastra Pembelajaran sastra bertujuan melibatkan peserta didik dalam mengkaji nilai kepribadian, budaya, sosial, dan estetik. Pilihan karya sastra dalam pembelajaran yang berpotensi memperkaya kehidupan peserta didik, memperluas pengalaman kejiwaan, dan mengembangkan kompetensi imajinatif. Dengan mengapresiasi karya sastra dan menciptakan karya sastra, peserta didik akan memperkaya pemahamannya pada kemanusiaan dan sekaligus memperkaya kompetensi berbahasa. Peserta didik dapat menafsirkan, mengapresiasi, mengevaluasi, dan menciptakan teks sastra seperti cerpen, novel, puisi, prosa, drama, ilm, dan teks multimedia lisan, cetak, digitalonline. Karya sastra untuk pembelajaran yang memiliki nilai artistik dan budaya diambil dari karya sastra daerah, sastra Indonesia, dan sastra dunia. Karya sastra yang memiliki potensi kekerasan, kekasaran, pornograi, konlik, dan memicu konlik SARA harus dihindari. Karya sastra unggulan namun belum sesuai dengan pembelajaran di sekolah, perlu dimodiikasi terlebih dahulu untuk kepentingan pembelajaran namun tanpa melanggar ketentuan hak cipta karya sastra. Literasi Aspek literasi bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menafsirkan dan menciptakan teks yang tepat, akurat, fasih, dan penuh percaya diri selama belajar di sekolah dan untuk kehidupan di masyarakat. Pilihan teks mencakup teks media, teks sehari-hari, dan teks dunia kerja. Rentangan bobot teks dari kelas I hingga kelas XII secara bertahap semakin kompleks dan semakin sulit; dari bahasa sehari-hari, pengalaman pribadi, hingga semakin abstrak; bahasa ragam teknis dan khusus; dan bahasa untuk kepentingan akademik. Peserta didik dihadapkan pada bahasa untuk berbagai tujuan, audiens, dan konteks. Peserta didik dipajankan pada beragam pengetahuan dan pendapat yang disajikan dan dikembangkan dalam teks dan penyajian multimodal lisan, cetakan, dan konteks digital yang mengakibatkan kompetensi mendengarkan, memirsa, membaca, berbicara, menulis, dan mencipta dikembangkan secara sistematis dan berperspektif masa depan. Buku Guru Bahasa Indonesia vii C. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia Pengembangan kurikulum pelajaran Bahasa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teori belajar dan pengajaran bahasa. Pengembangan Kurikulum 2013 didasarkan pada perkembangan teori belajar bahasa terkini. Landasan teoretik Kurikulum 2013, sekaligus penjelasan bagaimana implementasi yang semestinya, merupakan pengembangan pendekatan komunikatif dan pendekatan dari dua teori yang menjadi dasar pengembangan kurikulum bahasa di berbagai negara maju saat ini, juga menjadi dasar Kurikulum 2013, yaitu genre- based, genre pedagogy, dan CLIL content language integrated learning. Teks dalam pendekatan berbasis genre bukan diartikan sebagaimana pada umumnya dipahami orang sebagai tulisan. Teks merupakan kegiatan sosial yang bertujuan sosial. Terdapat 7 jenis teks sebagai tujuan sosial, yaitu laporan report, rekon recount, eksplanasi explanation, eksposisi exposition discussion, response or review, deskripsi description, prosedur procedure, dan narasi narrative. Lokasi sosial dari eksplanasi dapat berupa berita, ilmiah populer, paparan tentang sesuatu; naratif dapat berupa bercerita, cerita, dan sejenisnya; eksposisi dapat berupa pidatoceramah eksemplum ada dalam pidato atau tulisan persuasif, surat pembaca, dan debat. Tujuan sosial melalui bahasa berbeda-beda sesuai dengan keperluan. Pencapaian tujuan ini diwadahi oleh karakteristik cara mengungkapkan tujuan sosial yang disebut struktur retorika, pilihan kata yang sesuai dengan tujuan, serta tata bahasa yang sesuai dengan tujuan. Misalnya, tujuan sosial eksposisi adalah berpendapat sehingga memiliki struktur retorika tesis-argumen. Teks diartikan sebagai cara untuk berkomunikasi. Komunikasi dapat berbentuk tulisan, lisan, atau multimodal. Teks multimodal menggabungkan bahasa dan cara komunikasi lainnya seperti visual, bunyi, atau lisan sebagaimana disajikan dalam ilm atau penyajian komputer. CLIL sebenarnya bukan hal baru dalam pengajaran bahasa. Penggabungan isi dan bahasa sudah digunakan selama beberapa dekade dengan penamaan yang berbeda. Nama lain CLIL yang cukup lama dikenal adalah pengajaran bahasa berbasis tugas task-based learning and teaching, program “pencelupan” di Kanada dan Eropa, program pendidikan bilingual di AS. Para ahli pengajaran bahasa menyepakati bahwa CLIL merupakan perkembangan yang lebih realistis dari pengajaran bahasa komunikatif yang mengembangkan kompetensi komunikatif. Jadi, arah perkembangan selanjutnya dari Kurikulum Berbasis Kompetensi KTSP 2006 adalah kurikulum yang berdasar pada CLIL. Inilah yang menjadi rujukan utama Kurikulum 2013. Istilah tematik-integratif dalam Kurikulum 2013 merupakan perwujudan penerapan CLIL. Coyle 2006, 2007 mengajukan 4C sebagai penerapan CLIL, yaitu content, communication, cognition, culture communitycitizenship. Content itu berkaitan dengan topik apa dalam hal ini adalah topik IPA seperti ekosistem. Communication berkaitan dengan bahasa jenis apa yang digunakan misalnya membandingkan, melaporkan. Pada bagian ini konsep genre teraplikasi, Kelas XI SMAMASMKMAK viii bagaimana suatu jenis teks tersusun struktur teks dan bentuk bahasa apa yang sering digunakan pada jenis teks tersebut. Cognition berkaitan dengan keterampilan berpikir apa yang dituntut berkenaan dengan topik misalnya mengidentiikasi, mengklasiikasi. Culture berkaitan dengan muatan lokal lingkungan sekitar yang berkaitan dengan topik, misalnya kekhasan tumbuhan yang ada di wilayah tempat siswa belajar, termasuk juga persoalan karakter dan sikap berbahasa. Pendekatan Ilmiah Scientiic Approach dan Pedagogi Genre Genre Pedagogy digunakan dalam proses pembelajaran. Pendekatan ilmiah digunakan untuk mengembangkan belajar mandiri dan sikap kritis terhadap fakta dan fenomena. Guru diharapkan tidak memberi “tahu” sesuatu yang dapat dilakukan anak untuk mencari “tahu”. Pengetahuan diperoleh peserta didik melalui langkah- langkah metode ilmiah mengajukan pertanyaan, mengamati fakta, mengajukan jawaban sementara, menguji fakta, menyimpulkan jawaban, dan menyampaikan temuan. Guru tidak harus menjelaskan pengertian pantun dan syarat-syarat pantun, tetapi memandu siswa menemukan itu semua dengan mengamati fakta berbagai macam pantun. Urutan pembelajaran untuk mengembangkan kemandirian 1. Penyiapan konteks membangun pembelajaran 4. Konstruksi Mandiri 2. Pemodelan dekonstruksi 3. Konstruksi Terbimbing E xp lai n M od el Pra ct is e Sc af o ld Tujuan pembelajaran yang bersifat keterampilan dapat menggunakan pendekatan pedagogi genre. Pendekatan pedagogi genre didasarkan pada siklus belajar-mengajar “belajar melalui bimbingan dan interaksi” yang menonjolkan strategi pemodelan teks dan membangun teks secara bersama-sama joint construction sebelum membuat teks secara mandiri. Bimbingan dan interaksi menjadi penting dalam kegiatan belajar di kelas. Siklus yang dikembangkan Rothery 1996 mencakup pemodelan teks modelling a text, konstruksi bersama joint construction of a text, dan konstruksi mandiri independent construction of a text. Buku Guru Bahasa Indonesia ix Firkins, Forey, dan Sengupta 2007 mengembangkan siklus Rothery dengan modiikasi penjenjangan yang mencakup 1 pengembangan kesadaran kontekstual dan metakognitif schema building, misalnya menggali pengalaman peserta didik; 2 penggunaan teks autentik sebagai model; 2 pengenalan dan pernyataan kembali metawacana; 3 penghubungan teks intertekstualitas dengan secara gamblang mendiskusikan persamaan yang ditemukan dalam suatu genre, misalnya tipe leksiko-gramatikal yang biasanya ditemukan dalam teks prosedural. Perancah scafolding terjadi melalui dukungan dari “yang lebih tahu” } PENGAJARAN TERFOKUS ZONE OF PROXIMAL DEVELOPMENT Kecemasan Kebosanan TINGKAT TANTANGAN TINGKAT KOMPETENSI Apa yang mampu dicapai siswa secara mandiri saat ini Apa yang akan mampu dicapai siswa secara mandiri Apa yang mampu dicapai siswa dengan bantuan Zo ne o f p ro xi m al d ev el op m en t Dalam pedagogi genre, makna perancah scafolding menempel pada proses belajar mengajar. Dalam teori Belajar Sosial Vygotsky 1978 ditekankan “kolaborasi interaktif antara guru dan siswa, guru mengambil peran otoritatif untuk menaikkan jenjang to scafold performansi potensial peserta didik”. Konsep Zone of Proximal Development Vygotsky menjelaskan bahwa belajar terjadi dalam suatu konteks sosial percakapan dan keterampilan berpikir dan hanya dapat terjadi melampaui Zone of Actual Development individual. Menurut Vygotsky 1978 belajar terjadi hanya dalam Zone of Proximinal potential Development. Dukungan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu situasi anak mencapai keberhasilan suatu tugas di bawah bimbingan, dukungan yang secara bertahap dihilangkan saat peserta didik mampu melaksanakan tugas secara mandiri. Proses utama belajar mengajar pedagogi genre dikenal sebagai siklus belajar mengajar yang terdiri atas empat tahap, yaitu Building Knowledge of Field, Modelling of Text, Joint Construction of Text, and Independent Construction of Text. Dalam Building Knowledge of Field, peserta didik dipajankan kepada pembahasan atau kegiatan yang membantu peserta didik memaknai konteks situasional dan kultural genre yang sedang dipelajari. Modelling of Text, fokus pada analisis teks, yang menarik perhatian peserta didik untuk mengidentiikasi tujuan dan struktur Kelas XI SMAMASMKMAK x generik skematik dan itur bahasa teks. Joint Construction, guru dan peserta didik membangun teks bersama-sama. Guru sebagai penulis atau pengarang, menulis kontribusi peserta didik di papan tulis. Guru juga mungkin harus memperbaiki kalimat peserta didik agar lebih tepat. Guru melatih subketerampilan yang dibutuhkan. Jika peserta didik cukup percaya diri, ia akan bergerak menuju Independent Construction, dan peserta didik menulis tulisan mereka sendiri berdasarkan pemahaman, pengalaman, dan penalarannya sehingga menghindari plagiasi atau mengakui karya orang lain sebagai karyanya. Lingkup Materi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas I - XII Lingkup materi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan penjabaran tiga aspek bahasa, sastra, dan literasi. Lingkup aspek bahasa mencakup pengenalan variasi bahasa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang multilingual. Pada kelas awal kelas I - III penggunaan bahasa daerah dianjurkan digunakan guru saat menjelaskan kata dan konsep tertentu. Aspek bahasa yang berikutnya adalah bahasa untuk interaksi. Peserta didik belajar bahwa bahasa yang digunakan seseorang berbeda sesuai latar sosial dan hubungan sosial peserta komunikasi. Aksen, gaya bahasa, dan penggunaan idiom merupakan bagian dari identitas sosial dan personal. Aspek bahasa juga membelajarkan struktur dan organisasi teks. Peserta didik belajar bagaimana teks terstruktur untuk tujuan tertentu; bagaimana bahasa digunakan untuk menciptakan teks agar kohesif dan koheren; bagaimana teks semakin khusus dan topik semakin kompleks dalam pola dan ciri-ciri kebahasaannya; bagaimana penulis membimbing pembaca atau pemirsa melalui teks yang menggunakan kata, kalimat, dan paragraf secara efektif. Ruang lingkup sastra mencakup pembahasan konteks sastra, tanggapan terhadap karya sastra, menilai karya sastra, dan menciptakan karya sastra. Pengenalan konteks sastra dapat berupa peristiwa dalam sastra yang diambil dari dan dibentuk oleh faktor sejarah, sosial, dan konteks budaya. Menanggapi karya sastra merupakan kegiatan mengidentiikasi gagasan, pengalaman, dan pendapat dalam karya sastra dan mendiskusikannya. Menilai karya sastra merupakan kegiatan menjelaskan dan menganalisis isi karya sastra dan cara pengarang menyajikan karyanya. Peserta didik memahami, menafsirkan, mendiskusikan, dan mengevaluasi gaya khas pengarang dalam menggunakan bahasa dan cara penceritaan. Menciptakan karya sastra adalah kegiatan akumulasi dari pemahaman, penanggapan, dan penilaian sehingga peserta didik mendapatkan gambaran utuh bagaimana karya sastra dibuat dan mencoba membuat karya sastra sendiri. Ruang lingkup literasi mencakup teks dalam konteks, berinteraksi dengan orang lain, menafsirkan, menganalisis, dan mengevaluasi teks. Peserta didik belajar bahwa teks dari suatu budaya atau masa tertentu menunjukkan cara berbeda dalam mengungkapkan menceritakan, menginformasikan, memengaruhi. Berinteraksi dengan orang lain adalah belajar bagaimana penggunaan pola bahasa untuk mengungkapkan gagasan dan mengembangkan konsep serta Buku Guru Bahasa Indonesia xi mempertahankan argumen. Peserta didik belajar menghasilkan wacana melalui perancangan, latihan, dan menyajikan lisan atau tulisan secara tepat pemilihan kata, urutan penyajian, dan unsur multimodal. Penafsiran, penganalisisan, dan pengevaluasian adalah bagaimana peserta didik belajar memahami apa yang mereka baca dan pirsa melalui penerapan pengetahuan kontekstual, semantik, dan gramatika. Peserta didik mengkaji cara konvensi yang disajikan dan bagaimana dampak bagi pembaca dan pemirsa. Setelah itu, peserta didik menerapkan pengetahuan yang dikembangkan untuk menciptakan teks mereka sendiri. Ruang lingkup Kompetensi Dasar berbasis teks genre adalah sebagai berikut. GENRE TIPE TEKS Lokasi Sosial Menggambarkan Describing Laporan Report melaporkan informasi Buku rujukan, dokumenter, buku panduan, laporan eksperimental penelitian, presentasi kelompok. Deskripsi menggambarkan peristiwa, hal, sastra Pengamatan diri, objek, lingkungan, perasaan, dan lain-lain. Menjelaskan Explaining Eksplanasi menjelaskan sesuatu Paparan, pidatoceramah, tulisan ilmiah populer. Memerintah Instructing Instruksi Prosedur menunjukkan bagaimana sesuatu dilakukan Buku panduan manual penerapan, instruksi pengobatan, aturan olahraga, rencana pembelajaran RPP, instruksi, resep, dan pengarahanpengaturan. Berargumen Arguing Eksposisi memberi pendapat atau sudut pandang Meyakinkan memengaruhi iklan, kuliah, ceramahpidato, editorial, surat pembaca, dan artikel koran majalah. Diskusi Mengevaluasi suatu persoalan dengan sudut pandang tertentu, 2 atau lebih. Respon review Menanggapi teks sastra, kritik sastra, resensi. Kelas XI SMAMASMKMAK xii GENRE TIPE TEKS Lokasi Sosial Menceritakan Narrating Rekon Recount menceritakan peristiwa secara berurutan Jurnal, buku harian, artikel koran, berita, rekon sejarah, surat, log, dan garis waktu time line. Narasi menceritakan kisah atau nasihat Prosa iksi ilmiah, fantasi, fabel, cerita rakyat, mitos, dan lain-lain., dan drama. Puisi Puisi dan puisi rakyat pantun, syair, gurindam. D. Pembelajaran Bahasa Indonesia Abstrak Artikel ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional di Indonesia. Pemaparan ini didasarkan pada dua hal, yaitu 1 pandangan Halliday mengenai bahasa dan 2 temuan masalah yang berkaitan dengan siswa, guru, dan mata pelajaran bahasa Indonesia. Permasalahan tersebut berkaitan dengan aspek konatif berbahasa siswa yang negatif. Siswa sering menggunakan bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam konteks formal. Sementara itu, menurut pandangan Halliday, bahasa digunakan berdasarkan konteks situasi. Permasalahan ini kemudian menyorot keprofesionalan guru bahasa Indonesia dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional ini dapat menjadi panduan guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan keprofesionalannya terkait mata pelajaran yang diampu. Kata Kunci guru profesional, guru bahasa Indonesia, Halliday A. PENDAHULUAN Profesionalitas merupakan kemampuan untuk bertindak secara profesional KBBI, 2016. Profesional mengarah pada pribadi yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mendasari perbuatan. Seseorang yang hidup dengan cara mempraktikkan keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut keahliannya dapat dikatakan sebagai orang yang profesional. Profesionalitas guru telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 1, "Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah." Selanjutnya, pada pasal 1 ayat 2 disebutkan "Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi." Sejalan dengan undang-undang tersebut, keprofesionalan diatur pula melalui PP No. 19 tahun 2005 pasal 28 tentang profesionalitas guru yang setidaknya harus memenuhi persyaratan kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pada Standar Nasional Pendidikan, penjelasan dari pasal 28 ayat 3, diuraikan tentang definisi empat kompetensi tersebut, yakni a kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1""KARAKTERISTIK GURU MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA YANG PROFESIONAL M. Bayu Firmansyah Dewi Syafrina Abstrak Artikel ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional di Indonesia. Pemaparan ini didasarkan pada dua hal, yaitu 1 pandangan Halliday mengenai bahasa dan 2 temuan masalah yang berkaitan dengan siswa, guru, dan mata pelajaran bahasa Indonesia. Permasalahan tersebut berkaitan dengan aspek konatif berbahasa siswa yang negatif. Siswa sering menggunakan bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam konteks formal. Sementara itu, menurut pandangan Halliday, bahasa digunakan berdasarkan konteks situasi. Permasalahan ini kemudian menyorot keprofesionalan guru bahasa Indonesia dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional ini dapat menjadi panduan guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan keprofesionalannya terkait mata pelajaran yang diampu. Kata Kunci guru profesional, guru bahasa Indonesia, Halliday A. PENDAHULUAN Profesionalitas merupakan kemampuan untuk bertindak secara profesional KBBI, 2016. Profesional mengarah pada pribadi yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mendasari perbuatan. Seseorang yang hidup dengan cara mempraktikkan keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut keahliannya dapat dikatakan sebagai orang yang profesional. Profesionalitas guru telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 1, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” Selanjutnya, pada pasal 1 ayat 2 disebutkan “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.” Sejalan dengan undang-undang tersebut, keprofesionalan diatur pula melalui PP No. 19 tahun 2005 pasal 28 tentang profesionalitas guru yang setidaknya harus memenuhi persyaratan kompetensi, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pada Standar Nasional Pendidikan, penjelasan dari pasal 28 ayat 3, diuraikan tentang definisi empat kompetensi tersebut, yakni a kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta 2""didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; b kompetensi kepribadian merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia; c kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan; dan d kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Berdasarkan empat kompetensi tersebut, kompetensi profesional merupakan kompetensi yang berkaitan dengan kinerja guru dalam mengampu mata pelajaran. Profesionalitas guru tersebut juga memiliki karakteristik sesuai dengan karakteristik mata pelajarannya. Profesionalitas guru bahasa dapat ditinjau dari teori bahasa. Menurut pandangan Halliday adalah bahasa dipandang sebagai semiotika sosial. Bentuk-bentuk bahasa mengkodekan encode representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Penekanannya pada konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana perkembangannya Halliday, 1977, 1978; Halliday & Hasan, 1985. Bahasa oleh Halliday dihubungkan dengan pengalaman manusia yakni segi struktur sosial; bahasa merupakan produk proses sosial. Dalam proses sosial tersebut konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis tempat realitas itu dikodekan. Dengan demikian, makna akan selalu bersifat ganda. Formulasi bahasa sebagai semiotik sosial berarti menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural tempat kebudayaan itu ditafsirkan dalam terminologis semiotis sebagai sebuah sistem informasi. Dalam level yang amat konkret, bahasa itu tidak berisi kalimat-kalimat, tetapi berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna exchange of meaning dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa hakikatnya mengkaji teks atau wacana. Berdasarkan hal tersebut, pandangan Halliday dapat menjadi salah satu tolok ukur untuk menentukan kriteria guru bahasa Indonesia yang profesional. Dalam Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2017 setidaknya dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP harus muncul empat hal, yaitu Penguatan Pendidikan Karakter PPK, literasi, Creative, Critical Thinking, Communicative, dan Collaborative 4C, dan High Order Thinking Skill HOTS sehingga perlu kreatifitas guru dalam menyusunnya. Empat hal tersebut diintegrasikan, diperdalam, diperluas, dan sekaligus diselaraskan dengan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. Oleh karena itu, kompetensi profesional guru bahasa Indonesia perlu menjadi pertimbangan pertama dan utama dalam membimbing peserta didik agar dapat terampil memahami dan mengomunikasikan informasi. Dalam hal ini kompetensi profesional tersebut mencakup lima subunsur a menguasai 3""teknik dan model belajar mengajar termasuk penilaian hasil belajar, b mengutamakan standar profesi yang tinggi, c kreatif dan inovatif, d gemar belajar, membaca, dan menulis, dan e memiliki pengalaman mengajar. Namun sampai hari ini, kompetensi profesional tersebut belum tampak pada data uji kompetensi guru. Berdasarkan berita di Republika, kompetensi guru bahasa di Indonesia masih rendah. Sebagai gambaran awal, setelah pelaksanaan Uji Kompetensi Awal UKA pada guru terkuak bahwa guru hanya menguasai 42,45% materi yang diajarkan kepada siswa sesuai jenjang dan bidang studinya. Presentase tersebut juga termasuk di dalamnya guru bahasa Indonesia yang belum menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia. Selain itu, kompetensi guru di Jawa Tengah berada di jauh di bawah kriteria ideal. Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah menunjukkan hasil nilai ujian kompetensi guru bahasa Indonesia yang cukup rendah dengan nilai rata-rata hanya 47 dengan nilai 80 sebagai nilai ideal. Rendahnya nilai kompetensi guru bahasa Indonesia berdampak pada nilai Ujian Nasional UN siswa untuk mata pelajaran bahasa Indonesia. Di lapangan pun ditemukan bahwa siswa tidak tertarik dengan mata pelajaran bahasa Indonesia. Tidak ada penelitian terkait hal ini. Hanya saja, sesuai pengamatan, siswa bosan saat belajar bahasa Indonesia. Padahal bahasa ini adalah bahasa yang mereka gunakan untuk kepentingan berkomunikasi. Namun, siswa merasa tidak begitu penting mempelajari bahasa Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Permasalahan lain muncul pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang cenderung berfokus pada penguasaan materi, bukan pada kemampuan berbahasa siswa. Oleh karena itu, selain kompetensi yang harus dimiliki guru secara umum profesional, pedagogik, kepribadian, sosial, guru bahasa juga harus memiliki kompetensi berbahasa yang terdiri atas empat keterampilan berbahasa, yaitu a menyimak, b berbicara, c membaca, dan d menulis. Berdasarkan empat keterampilan ini guru harus a mampu memahami informasi dalam lisan maupun tertulis, b mampu menyampaikan informasi secara lisan dengan intonasi, lafal, tempo, dan pilihan kata yang tepat, c mampu menghasilkan tulisan dengan abahasa yang baik dan benar, dan d memiliki kemampuan berkomunikasi dengan siswa dan rekan sejawat dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kehidupan sehari-hari. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam hasil penelitian mengenai mata pelajaran bahasa Indonesia dan berdasarkan pandangan Halliday mengenai bahasa. 4""B. PEMBAHASAN 1. Persoalan Bahasa Menurut Pandangan Halliday Bahasa sebagai semiotik sosial dalam pandangan Halliday 197713 41; 1978108 126 mencakup sub-subkajian a teks, b trilogi konteks situasi medan wacana, pelibat wacana, dan modus wacana, c register, d kode, e sistem lingual, yang mencakup komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual, serta e struktur sosial. a. Teks Dalam pandangan Halliday, teks dimaknai secara dinamis. Teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi Halliday & Hasan, 199213. Teks adalah contoh interaksi lingual tempat masyarakat secara aktual menggunakan bahasa; apa saja yang dikatakan atau ditulis; dalam konteks yang operasional operational context yang dibedakan dari konteks kutipan a citational context, seperti kata-kata yang didaftar dalam kamus Halliday, 1978109. Teks berkaitan dengan apa yang secara aktual dilakukan, dimaknai, dan dikatakan oleh masyarakat dalam situasi yang nyata. Dalam rumusan yang lain, Halliday berpendapat bahwa teks adalah suatu pilihan semantis semantic choice dalam konteks sosial, suatu cara pengungkapan makna lewat bahasa lisan atau tulis Sutjaja, 199074. Semua bahasa yang hidup yang mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi dapat dinamakan teks. Terkait dengan teks, Halliday memberikan beberapa penjelasan berikut. Pertama, teks adalah unit semantis. Menurut Halliday 1978135, kualitas tekstur tidak didefinisikan dari ukuran. Meskipun terdapat pengertian sebagai sesuatu di atas kalimat super-sentence, sesuatu yang lebih besar daripada kalimat, dalam pandangan Halliday hal itu secara esensial, salah tunjuk pada kualitas teks. Kita tidak dapat merumuskan bahwa teks itu lebih besar atau lebih panjang daripada kalimat atau klausa. Ditegaskan oleh Halliday 1978135 dalam kenyataannya kalimat-kalimat itu lebih merupakan realisasi teks daripada merupakan sebuah teks tersebut. Sebuah teks tidak tersusun dari kalimat-kalimat atau klausa, tetapi direalisasikan dalam kali-matkalimat. Kedua, teks dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih tinggi. Menurut Halliday 1978138, sebuah teks selain dapat direalisasikan dalam level-level sistem lingual yang lebih rendah seperti sistem leksikogramatis dan fonologis juga merupakan realisasi dari level yang lebih tinggi dari interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan sebagainya yang dimiliki oleh teks itu. Level-level yang lebih rendah itu memiliki kekuatan untuk memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi, yang oleh Halliday diberi istilah latar depan foregrounded. Ketiga, teks adalah proses sosiosemantis. Halliday 1978139 berpendapat bahwa dalam arti yang sangat umum sebuah teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, sebuah perjumpaan 5""semiotis melalui maknamakna yang berupa sistem sosial yang sedang saling dipertukarkan. Anggota masyarakat yakni individu-individu adalah seorang pemakna meaner. Melalui tindaktanduk pemaknaan antara individu bersama individu lainnya, realitas sosial diciptakan, dijaga dalam urutan yang baik, dan secara terus-menerus disusun dan dimodifikasi. Fitur esensial sebuah teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna itu terjadi perjuangan semantis semantic contest antara individu-individu yang terlibat. Karena sifatnya yang perjuangan itu, makna akan selalu bersifat ganda, tidak ada makna yang bersifat tunggal begitu saja. Dengan demikian, pilihan bahasa pada hakikatnya adalah perjuangan atau pertarungan untuk memilih kode-kode bahasa tertentu. Keempat, situasi adalah faktor penentu teks. Menurut Halliday 1978141, makna diciptakan oleh sistem sosial dan dipertukarkan oleh anggota-anggota masyarakat dalam bentuk teks. Makna tidak diciptakan dalam keadaan terisolasi dari lingkungannya. Secara tegas dirumuskan oleh Halliday bahwa makna adalah sistem sosial . Perubahan dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks. Situasi akan menentukan bentuk dan makna teks. b. Konteks Situasi Situasi adalah lingkungan tempat teks beroperasi. Konteks situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur verbal maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi diucapkan atau ditulis. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya, diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan konteks budayanya. Dalam pandangan Halliday 1978110, konteks situasi terdiri atas tiga unsur, yakni 1 medan wacana, 2 pelibat wacana, dan 3 modus wacana. Pertama, medan wacana field of discourse merujuk kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan, kita dapat mengajukan pertanyaan what is going on, yang mencakup tiga hal, yakni ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan yang mempertanyakan apa yang terjadi dengan seluruh proses, partisipan, dan keadaan. Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai. Tujuan itu bersifat amat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan tersebut bersifat lebih abstrak. Kedua, pelibat wacana tenor of discourse merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat, kita dapat mengajukan pertanyaan who is taking part, yang mencakup tiga hal, yakni peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan individu atau masyarakat. Status terkait dengan tempat individu dalam masyarakat 6""sehubungan dengan orang-orang lain, sejajar atau tidak. Jarak sosial terkait dengan tingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, akrab atau memiliki jarak. Peran, status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara dan dapat pula permanen. Ketiga, modus wacana mode of discourse merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau tulisan. Untuk menganalisis modus, pertanyaan yang dapat diajukan adalah what’s role assigned to language, yang mencakup lima hal, yakni peran bahasa, tipe interaksi, medium, saluran, dan modus retoris. Peran bahasa terkait dengan kedudukan bahasa dalam aktivitas bisa saja bahasa bersifat wajib konstitutif atau tidak wajib/penyokong/tambahan. Peran wajib terjadi apabila bahasa sebagai aktivitas keseluruhan. Peran tambahan terjadi apabila bahasa membantu aktivitas lainnya. Tipe interaksi merujuk pada jumlah pelaku monologis atau dialogis. Medium terkait dengan sarana yang digunakan lisan, tulisan, atau isyarat. Saluran berkaitan dengan bagaimana teks itu dapat diterima fonis, grafis, atau visual. Modus retoris merujuk pada perasaan teks secara keseluruhan, yakni persuasif, kesastraan, akademis, edukatif, mantra, dan sebagainya. c. Register Istilah register kali pertama digunakan dalam pengertian keberagaman teks. Register merupakan konsep semantis yang dapat didefinisikan sebagai suatu susunan makna yang dihubungkan secara khusus dengan susunan situasi tertentu dari medan, pelibat, dan sarana Halliday & Hasan, 199253. Terdapat dua hal pokok dalam pengertian register. Pertama, register disamakan dengan gaya style, yakni variasi dalam tuturan atau tulisan seseorang. Gaya umumnya bervariasi dari yang bersifat sangat akrab sampai yang amat formal menurut jenis situasi, orang, atau pribadi yang dituju, lokasi, topik yang didiskusikan, dan sebagainya. Kedua, register adalah variasi tuturan yang digunakan oleh kelompok tertentu yang biasanya memiliki pekerjaan yang sama atau kepentingan yang sama. Register dapat diketahui dari karakteristik leksikogramatis dan fonologis yang secara khusus menyertai atau menyatakan makna-makna tertentu. Ciri-ciri bentuk leksikon, gramatis, dan fonologis tertentu menjadi petunjuk suatu register tertentu. Register politik, misalnya, memiliki karakteristik yang membedakan dengan register akademik. Register kedokteran memiliki karakteristik yang membedakan dengan register hukum. Register tertentu memiliki karakteristik yang membedakan dengan register lainnya. d. Kode Kode merupakan prinsip organisasi semiotik yang mengatur pilihan makna oleh penutur dan penafsiran pendengar Halliday, 197722. Istilah kode yang digunakan Halliday senada dengan kode yang digunakan dalam kajian-kajian Bernstein. Dalam sosiolinguistik, misalnya, 7""kode digunakan untuk memberikan nama umum kepada semua penggunaan ragam, dialek, dan bahasa dalam komunikasi. Menurut Halliday 1978111, kode diaktualisasikan dalam bahasa melalui register. Kode menentukan orientasi semantis penutur dalam konteks sosial tertentu. Kode bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dapat digolongkan menjadi dua i kode lengkap dan ii kode terbatas. e. Sistem Lingual Sistem lingual linguistic system terdiri atas tiga tingkatan i semantik, ii leksikogramatis, dan iii fonologis dengan menempatkan sistem semantis menjadi perhatian utama dalam konteks sosiolingual Halliday, 1978111. Penekanan pada aspek semantis ini memberikan pengertian bahwa kajian semiotik sosial ini lebih berupa kajian fungsional daripada kognitif. Dalam pandangan fungsional, sistem semantis berkaitan dengan tiga fungsi bahasa, yakni i ideasional, ii interpersonal, dan iii tekstual. Komponen ideasional merujuk pada kekuatan makna penutur sebagai pengamat Halliday, 1978112. Hal itu merupakan fungsi isi bahasa atau bahasa sebagai about something. Komponen itu menginformasikan bahwa melalui bahasa seorang penutur mengodekan pengalaman kulturalnya dan pengalaman individu sebagai anggota dari budaya tertentu. Dalam komponen ideasional tersebut, bahasa memiliki fungsi representasi. Bahasa digunakan untuk mengodekan encoding pengalaman manusia tentang dunia. Bahasa digunakan untuk membawa gambaran realitas yang ada di sekitar manusia. Komponen interpersonal merujuk pada kekuatan makna penutur sebagai penyelundup yang ikut campur Halliday, 1978112. Hal itu merupakan fungsi partisipasi bahasa atau bahasa sebagai doing something. Dalam komponen interpersonal, bahasa memiliki fungsi interpersonal. Bahasa digunakan untuk mengodekan interaksi dan menunjukkan bagaimana kita mendapatkan proposisi-proposisi tertentu. Dengan demikian, bahasa berfungsi mengodekan makna-makna tentang sikap, interaksi, dan relasi timbal balik. Komponen tekstual merujuk pada kekuatan pembentukan teks text-forming penutur yang membuat teks itu menjadi relevan Halliday, 1978 112. Komponen tekstual menyediakan tekstur yang membuat perbedaan antara bahasa yang diperlakukan bebas konteks dengan bahasa yang dioperasionalkan dalam lingkungan konteks situasi. Dalam komponen tekstual, bahasa mempunyai fungsi tekstual . Bahasa digunakan untuk mengorganisasikan makna-makna pengalaman dan interpersonal kita ke dalam bentuk yang linear dan koheren. 8""f. Struktur Sosial Dalam pandangan Halliday 1978 113 114, struktur sosial berhubungan dengan konteks sosial, pola-pola hubungan sosial, dan kelas atau hierarki sosial. Struktur sosial menetapkan dan memberikan arti kepada berbagai jenis konteks sosial tempat makna-makna itu dipertukarkan. Kelompok sosial sangat menentukan bentuk-bentuk karakteristik konteks situasi. Sebagai contoh, relasi antara status dan peran pelibat secara jelas akan menghasilkan struktur sosial tertentu, dapat berupa struktur sosial yang koordinatif-egalitarian atau subordinatif- berjenjang. Pola-pola lingual yang digunakan sebagai sarana retoris menunjukkan ciri sarana wacana yang diasosiasikan dengan strategi . Struktur sosial masuk melalui pengaruh hierarki sosial. Menurut Halliday 1978 struktur sosial hadir dalam bentuk-bentuk interaksi semiotis dan menjadi nyata melalui keganjilan dan kekacauan dalam sistem semantis. Dalam penggunaan bahasa, misalnya, tampak muncul adanya fenomena kekaburan dalam bahasa yang merupakan bagian dari ekspresi dinamis dan tegangan sistem sosial. Kekaburan itu dipilih dalam rangka mewujudkan ketaksaan, pertetangan atau kebencian, ketidaksempurnaan, ketidaksamaan, serta perubahan sistem sosial dan struktur sosial. 2. Kajian Permasalahan Guru Bahasa Indonesia Aji dan Ngumarno 2017 mengungkapkan bahwa ada empat kendala yang dialami oleh guru bahasa Indonesia dalam menerapkan Kurikulum 2013. 1 keterbatasan waktu, 2 keterbatasan sarana dan prasarana, 3 kendala penilaian, dan 4 keterbatasan keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran. Kendala keterbatasan waktu dan saran dan prasarana merupakan kendala yang muncul dari luar kuasa guru. Keduanya berasal dari kebijakan sekolah dan alokasi dari kurikulum. Namun, kendala penilaian dan keterbatasan keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan kendala yang seharusnya dapat diatasi oleh guru. Keberagaman karakter siswa di dalam kelas menimbulkan keberagaman pula terhadap sikap selama pembelajaran. Kurikulum 2013 menghendaki siswa yang aktif selama proses belajar, tetapi keaktifan dalam berbicara akan sangat sulit bagi siswa yang tidak terbiasa berbicara. Di sanalah seharusnya peran guru bahasa Indonesia dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Aji dan Ngumarno 2017 menjelaskan bahwa kendala ini diselesaikan oleh guru dengan cara kegiatan diskusi. Diharapkan melalui diskusi berkelompok, siswa yang kurang aktif berbicara, dapat melatih kemampuan berbicaranya di dalam kelompok kecil. Seperti yang dijelaskan pula oleh Siswandi 2006 bahwa metode diskusi panel dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Hal ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan kompetensi berbahasa siswa dibutuhkan inovasi guru untuk memecahkan permasalahan yang ada pada diri 9""siswa. Oleh karena itu, guru bahasa Indonesia yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa merupakan guru bahasa Indonesia yang profesional. Keprofesionalan guru bahasa Indonesia juga tercermin dari sikap siswa terhadap bahasa Indonesia. Menurut Wardani, dkk 2013 aspek konatif bahasa siswa yang negatif tercermin dari penggunaan bahasa nonbaku dalam konteks formal. Seperti yang terjadi di SMA Negeri 1 Singaraja, Bali. Siswa menggunakan bahasa Indonesia nonbaku bahkan bahasa daerah di kelas dalam proses pembelajaran karena tiga alasan yang dipaparkan oleh Wardani, dkk. 2013 sebagai berikut. Pertama, siswa merasa jauh lebih mudah mengemukakan pendapatnya dalam bahasa Indonesia ragam nonbaku. Dalam hal ini guru bahasa Indonesia perlu menjadi model atau memberikan contoh berbahasa Indonesia yang baku dalam mengemukakan pendapat. Biasanya siswa yang terbiasa menggunakan bahasa ragam nonbaku bisa disebabkan guru bahasa Indonesia yang tanpa sadar menggunakan ragam nonbaku. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bahwa agar guru menjadi model berbahasa Indonesia yang baik dan benar bagi siswa. Kedua, jarak sosial yang dekat antara sesama siswa dan guru. Dalam hal ini guru harus menegur siswa yang tidak menggunakan bahasa baku selama pembelajaran di kelas walaupun di luar kelas siswa terbiasa menggunakan bahasa nonbaku karena sudah akrab dengan guru. Dengan ini guru memandu siswa untuk menggunakan bahasa yang benar sesuai situasi. Ketiga, mereka tidak terbiasa dan tidak terlatih memakai bahasa Indonesia ragam baku sehingga mereka tidak memiliki kepekaan untuk membedakan pemakaian ragam bahasa Indonesia. Dalam kasus ini kompetensi guru tentang bahasa sangat diperlukan. Guru bisa menampilkan contoh bahasa yang salah sehingga siswa peka terhadap kesalahan berbahasa yang ada di sekitarnya ataupun yang ia lakukan sendiri. Berdasarkan ketiga alasan tersebut disimpulkan bahwa kompetensi guru dalam memahami seluk-beluk kebahasaan sangat diperlukan demi memupuk keterampilan berbahasa yang baik dan benar kepada siswa. Guru menjadi model berbahasa dan memiliki andil dalam memperbaiki kesalahan berbahasa siswa di kelas. 3. Karakteristik Guru Bahasa Indonesia yang Profesional Tujuan akhir pembelajaran bahasa Indonesia adalah 1 siswa dapat memahami teks lisan dan tertulis di kelas maupun di kehidupan nyata, 2 siswa dapat berkomunikasi atau mengkomunikasikan informasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan 3 siswa menyadari pentingnya mempelajari bahasa Indonesia untuk digunakan dalam keberlangsungan hidup di Indonesia. 10""Untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut, diperlukan guru bahasa Indonesia yang profesional. Bahasa Indonesia hendaknya tidak lagi dipandang sebagai mata pelajaran sampingan, tetapi sudah seharusnya dipandang sebagai mata pelajaran utama. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia inilah siswa dapat memahami teks pada mata pelajaran lain. Penentuan kriteria guru bahasa Indonesia yang profesional dapat dikaji dari penggunaan bahasa sesuai konteks situasi yang dipaparkan oleh Halliday. Penggunaan bahasa sesuai konteks situasi dapat dijadikan tolok ukur karena terdapat permasalahan pada siswa dalam menggunakan bahasa tidak sesuai dengan konteks. Oleh sebab itu, guru juga harus menjadi model berbahasa yang baik dan benar sesuai konteks sehingga menghasilkan siswa yang juga paham dengan situasi konteks. Berdasarkan teori Halliday dan penemuan permasalahan dalam hasil penelitian mengenai pembelajaran bahasa Indonesia, kriteria guru bahasa Indonesia yang profesional dijabarkan sebagai berikut. Pertama, guru bahasa Indonesia yang profesional harus menjadi model berbahasa yang baik dan benar bagi siswa. Hal ini terkait dengan pernyataan Halliday bahwa ada tiga hal yang diperhatikan dalam berbahasa, yaitu 1 medan wacana, 2 pelibat wacana, dan 3 modus wacana baik dalam berkomunikasi lisan ataupun tertulis. Penggunaan bahasa yang baik dan benar ini juga terkait dengan penggunaan bahasa ragam nonbaku dalam situasi pembelajaran. Guru bahasa Indonesia seharusnya peka terhadap kesalahan berbahasa siswa di dalam kelas. Kepekaan terhadap kesalahan tersebut dibutuhkan pengetahuan guru mengenai konteks situasi dalam berbahasa. Kedua, guru bahasa Indonesia yang profesional dapat menjadikan bahasa Indonesia yang dipelajari di kelas sebagai bahasa yang fungsional. Hal ini terkait dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan Kompetensi Dasar KD yang terdapat di kurikulum. Kurikulum 2013 yang sedang berlaku sekarang menghendaki siswa untuk mempelajari berbagai jenis teks. Guru bahasa Indonesia harus dapat menjelaskan kepada siswa tujuan mempelajari teks tersebut untuk kehidupan mereka di luar sekolah. Jika guru dapat memahamkan siswa tentang tujuan teks tersebut, siswa akan merasa bahwa mata pelajaran yang ia terima di kelas tidak sekadar untuk memenuhi kompetensi dasar, tetapi juga untuk keberlangsungan hidupnya. Ketiga, guru bahasa Indonesia yang profesional adalah guru yang gemar membaca. Dalam Kurikulum 2013 siswa dituntut untuk membaca teks kemudian diakhiri dengan menghasilkan teks. Namun, mata pelajaran bahasa Indonesia tidak sekadar untuk memandu siswa melakukan kedua kegiatan itu. Pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya dapat menggiring siswa untuk menyukai kegiatan membaca dan menulis. Oleh karena itu, lagi-lagi diperlukan model dari sosok yang juga menyukai kegiatan membaca dan menulis, yaitu guru. Dalam mewujudkan hal ini, guru dapat membincangkan secara sekilas kepada siswa-siswanya, 11""buku yang baru saja ia baca; menjelaskan kemenarikan isi buku tersebut; mempersilakan siswanya untuk meminjam jika ingin membacanya. Keempat, guru bahasa Indonesia yang profesional adalah guru yang memiliki karya tulis. Hal ini berkaitan dengan tuntutan Kurikulum 2013 untuk memandu siswa menghasilkan teks. Untuk mewujudkan ini, tidak cukup dengan guru mengajarkan siswa menulis teks, tetapi juga mencontohkan teks hasil karya guru itu sendiri. Teks yang ditulis oleh seseorang yang dekat dengan siswa akan menjadikan teks itu menarik; sekaligus memunculkan pembelajaran yang menarik pula. Seperti kegiatan membaca, guru juga dapat membincangkan kepada siswa-siswanya tentang teks yang ia tulis; menceritakan proses penciptaan teks tersebut; hal menarik yang dirasakan guru saat menulis teks. Karya guru juga dapat dijadikan bahan pelajaran bagi siswa sehingga siswa termotivasi menulis teks seperti yang dilakukan oleh gurunya. Keempat, guru bahasa Indonesia yang profesional memiliki metode kreatif untuk mengatasi keterbatasan siswa dalam keterampilan berbahasa. Dalam proses belajar, tidak semua siswa yang memiliki keempat keterampilan berbahasa yang optimal. Ada siswa yang mahir berbicara dengan cara berpikir yang runtut, tetapi saat menulis ia tidak bisa menyalin idenya secara berurutan. Ada siswa yang gemar membaca, tetapi kesulitan saat menerima informasi dalam kegiatan menyimak. Menanggapi kenyataan tersebut, guru harus menerapkan metode belajar yang dapat mengatasi permasalahan berbahasa yang dialami siswa di kelas, seperti menggunakan metode diskusi panel untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Kelima, guru bahasa Indonesia yang profesional dapat menggunakan secara konsisten keterampilan berbahasa reseptif dan produktif di luar sekolah. Hal ini masih terkait dengan pelibat wacana seperti yang dipaparkan oleh Halliday. Saat seseorang sudah menyandang predikat bahasa Indonesia, maka keprofesionalannya dalam berbahasa tetap menjadi sorotan di dalam maupun di luar sekolah. Di samping itu, adanya era digital yang mendukung siapa saja untuk menerima dan mengkomunikasi informasi, seorang guru harus tetap berbahasa yang baik dan benar. C. Kesimpulan Permasalahan dalam keterampilan berbahasa siswa dapat diatasi dengan meningkatkan keprofesionalan guru bahasa Indonesia. Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa guru bahasa Indonesia memiliki karakteristik tersendiri untuk menyandang predikat profesioanl sesuai bidang mata pelajarannya. Selanjutnya, untuk menciptakan guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang profesional ini, perlu dilakukan tindak lanjut seperti mengadakan pelatihan keprofesionalan guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan penanaman kepribadian berdasarkan karakteristik guru bahasa Indonesia yang profesional kepada calon guru bahasa Indonesia di perguruan tinggi. 12""Daftar Rujukan Aji, W. N. dan Ngumarno. 2017. Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kabupaten Klaten. Varia Pendidikan, 2911—8. Halliday, 1977. Language as Social Semiotic Towards as General Sociolinguistic Theory. Dalam Makkai, A., Makkai, & Heilmann, L. Eds., Linguistics at the Crossroads hlm. 13-41. Padova Tipografia-La Garangola. Halliday, 1978. Language as Social Semiotic The Social Interpretation of Language and Meaning. London Edward Arnold. Halliday, 1985/1994. An Introduction to Functional Grammar. London Edward Arnold Publishers Ltd. Halliday, & Hasan, R. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Terjemahan oleh Barori Tou. Yogyakarta Gajah Mada University Press. Hasan, R. & Martin, Introduction. Dalam Hasan, R. & Martin, Eds., 1989. Language Development Learning Language, Learning Culture Meaning and Choice in Language Studies for Michael Halliday hlm. 1 17. Norwood-New Jersey Ablex Publishing Corporation. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Siswandi, H. J. 2006. Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Melalui Metode Diskusi Panel dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Penelitian Tindakan Kelas. Jurnal Pendidikan Penabur, 5724—35. Wardani, Gosong, M., dan Artawan, G. 2013. Sikap Bahasa Siswa terhadap Bahasa Indonesia Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, E-jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this N AjiDan NgumarnoAji, W. N. dan Ngumarno. 2017. Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kabupaten Klaten. Varia Pendidikan, 291 Bahasa Siswa terhadap Bahasa Indonesia Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, E-jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaK D K A WardaniM GosongG Dan ArtawanWardani, Gosong, M., dan Artawan, G. 2013. Sikap Bahasa Siswa terhadap Bahasa Indonesia Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, E-jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pada Kurikulum 2013, pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks. Melalui pendekatan ini diharapkan siswa mampu memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya, bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Metode pembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang SMP, SMA, dan SMK terdiri atas empat tahap, yaitu 1 membangun konteks, 2 pemodelan teks, 3 pembuatan teks secara bersama-sama, dan 4 pembuatan teks secara mandiri. Dalam petunjuk teknis implementasi Kurikulum 2013 setiap mata pelajaran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 dalam lampiran III dinyatakan bahwa guru berperan aktif dalam pengembangan budaya di sekolah. Perilaku dan sikap peserta didik tumbuh berkembang selama berada di sekolah dan perkembangannya dipengaruhi oleh struktur dan budaya sekolah, serta interaksi dengan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, dan antar peserta didik. Drs. Teuku Husni, M. Pd., Widyaiswara LPMP Aceh. Email teukuhusni68 PENDAHULUAN Pengembangan kurikulum menjadi sangat penting sejalan dengan kontinuitas kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya serta perubahan masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan. Aneka kemajuan dan perubahan itu melahirkan tantangan internal dan eksternal yang di bidang pendidikan. Karena itu, implementasi Kurikulum 2013 merupakan langkah strategis dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia masa depan. Hasil studi internasional untuk reading dan literacy PIRLS menunjukkan bahwa sebagian besar 95% siswa Indonesia hanya mampu menjawab persoalan sampai tingkat menengah. Artinya, 5% siswa Indonesia hanya mampu memecahkan soal yang memerlukan mengapa pelajaran bahasa Indonesia belum juga mampu membangun cara berpikir siswa, padahal fungsi utama bahasa selain sebagai sarana komunikasi juga merupakan sarana pembentuk pikiran. Ada apa dengan pelajaran bahasa Indonesia kita di sekolah-sekolah? Depdiknas, 2014c3 Hasil analisis lebih jauh untuk studi PIRLS menunjukkan bahwa soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat kategori, yaitu 1 low mengukur kemampuan sampai level knowing, 2 intermediate mengukur kemampuan sampai level applying, 3 high mengukur kemampuan sampai level reasoning, dan 4 advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with incomplete information. Dalam kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang ruang lingkup materi yang terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi peserta didik, mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional. PEMBAHASAN Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 Pada Kurikulum 2013, pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks. Pada pendekatan ini diharapkan siswa mampu memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya, bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Teks dimaknai sebagai satuan bahasa, baik verbal maupun nonverbal, yang mengungkapkan makna secara kontekstual. Teks adalah satuan bahasa yang mengandung makna, pikiran, dan gagasan yang lengkap secara kontekstual. Teks tidak selalu berwujud bahasa tulis, sebagaimana lazim dipahami, misalnya teks Pancasila yang sering dibacakan pada saat upacara. Teks dapat berwujud baik tulis maupun lisan, bahkan dalam multimoda, teks dapat berwujud perpaduan antara teks lisan atau tulis dan gambar/animasi/film. Teks itu sendiri memiliki dua unsur utama, yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Konteks situasi berkenaan dengan penggunaan bahasa yang di dalamnya terdapat register yang melatarbelakangi lahirnya teks, yaitu adanya sesuatu pesan, pikiran, gagasan, ide yang hendak disampaikan field; sasaran atau partisipan yang dituju oleh pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu tenor; dan format bahasa yang digunakan untuk menyampaikan atau mengemas pesan, pikiran, gagasan, atau ide itu mode. Terkait dengan format bahasa tersebut, teks dapat diungkapkan ke dalam berbagai jenis, misalnya deskripsi, laporan, prosedur, eksplanasi, eskposisi, diskusi, naratif, cerita petualangan, anekdot, dan lain-lain. Konteks yang kedua adalah konteks situasi dan konteks budaya masyarakat tutur bahasa yang menjadi tempat jenis-jenis teks tersebut diproduksi. Konteks situasi merupakan konteks yang terdekat yang menyertai penciptaan teks, sedangkan konteks sosial atau konteks budaya lebih bersifat institusional dan global. Struktur teks membentuk struktur berpikir, sehingga di setiap penguasaan jenis teks tertentu, siswa akan memiliki kemampuan berpikir sesuai dengan struktur teks yang dikuasainya. Dengan berbagai macam teks yang dikuasainya, siswa akan mampu menguasai berbagai struktur berpikir. Bahkan, satu topik tertentu dapat disajikan ke dalam jenis teks yang berbeda dan tentunya dengan struktur berpikir yang berbeda pula. Hanya dengan cara itu, siswa kemudian dapat mengonstruksi ilmu pengetahuannya melalui kemampuan mengobservasi, mempertanyakan, mengasosiasikan, menganalisis, dan menyajikan hasil analisis secara memadai. Selain itu, secara garis besar teks dapat dipilah atas teks sastra dan teks nonsastra. Teks sastra dikelompokkan ke dalam teks naratif dan nonnaratif. Adapun teks nonsastra dikelompokkan ke dalam teks jenis faktual yang di dalamnya terdapat subkelompok teks laporan dan prosedur dan teks tanggapan yang dikelompokkan ke dalam subkelompok teks transaksi dan eksposisi. Dengan memperhatikan jenis-jenis teks di atas, termasuk unsur utama yang harus ada di dalam teks, melalui pembelajaran bahasa berbasis teks, materi sastra dan materi kebahasan dapat disajikan. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia Metode pembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang SMP, SMA, dan SMK terdiri atas empat tahap, yaitu 1 tahap membangun konteks, 2 tahap pemodelan teks, 3 tahap pembuatan teks secara bersama-sama, dan 4 tahap pembuatan teks secara mandiri. Membangun Konteks Tahapan pertama dalam pembelajaran berbasis teks dimulai dari memperkenalkan konteks sosial dari teks yang dipelajari. Kemudian mengeksplorasi ciri-ciri dari konteks budaya umum dari teks yang dipelajari serta mempelajari tujuan dari teks tersebut. Selanjutnya adalah dengan mengamati konteks dan situasi yang digunakan. Misalnya dalam teks eksposisi, siswa harus bisa memahami peran dan hubungan antara orang-orang yang berdialog apakah antar teman, editor dengan pembaca, guru dengan siswa, dan sebagainya. Siswa juga harus memahami media yang digunakan apakah percakapan tatap muka langsung atau percakapan melalui telepon. Membangun konteks melalui kegiatan mengamati teks dalam konteksnya dan menanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan teks yang diamatinya. Pada langkah membangun konteks siswa dapat didorong untuk memahami nilai spiritual, nilai budaya, tujuan yang melatari bangun teks. Pada proses ini siswa mengeksplorasi kandungan teks serta nilai-nilai yang tersirat di dalamnya. Di sini siswa dapat mengungkap laporan hasil pengamatan untuk bahan tindak lanjut dalam kegiatan belajar. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kelas adalah a mempresentasikan konteks. Untuk menyajikan suatu konteks, bisa menggunakan berbagai media antara lain melalui gambar, benda nyata, field-trip, kunjungan, wawancara kepada narasumber dan sebagainya, b membangun tujuan sosial. Untuk mengetahui tujuan sosial bisa melalui diskusi, survey, dan yang lainnya, c membandingkan dua kebudayaan. Membandingkan penggunaan teks antara dua kebudayaan berbeda, yaitu kebudayaan kita dengan kebudayaan penutur asli, d Membandingkan model teks dengan teks yang lainnya. Contohnya membandingkan percakapan antara teman dekat, teman kerja, atau orang asing. Pemodelan Pada tahap ini, siswa mengamati pola dan ciri-ciri dari teks yang diajarkan. Siswa dilatih untuk memahami struktur dan ciri-ciri kebahasaan teks. Pada langkah ini siswa didorong untuk meningkatkan rasa ingin tahu dengan memperhatikan 1 simbol, 2 bunyi 3 tata bahasa, dan 4 makna. Melalui analisis fakta dan data pada teks yang dipelajarinya siswa memperoleh model imbuhan, struktur imkata, frase, klausa, kalimat, maupun paragraf. Semua hal tersebut siswa pelajari pada konteks pemakaiannya. Pada tahapan ini siswa dapat mengeksplorasi jenis teks yang dipelajarinya serta mengenali ciri-cirinya. Proses aktivitas pengenalan bukan sebagai tujuan akhir pembelajaran, melainkan sebagai awal kegiatan untuk mengembangkan daya cipta. Pada tahap pemodelan, guru dapat mengenalkan nilai, tujuan sosial, struktur, ciri-ciri bentuk, serta ciri kebahasaaan yang menjadi penanda teks yang diajarkan. Kegiatan yang siswa lakukan pada tahap ini adalah siswa diminta membaca teks, tanya jawab tentang makna teks, melabeli teks, diskusi kelompok. Menyusun Teks Secara Bersama Dalam tahapan ini, siswa mulai memahami keseluruhan teks. Guru secara perlahan mulai mengarahkan siswa agar mandiri sehingga siswa menguasai model teks yang diajarkan. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kelas antara lain mendiskusikan jenis teks, melengkapi teks rumpang, membuat kerangka teks, melakukan penilaian sendiri atau penilaian antar teman sebaya, dan bermain teka-teki. Siswa menggunakan hasil mengeksplorasi model-model teks untuk membangun teks dengan cara berkolaborasi dalam kelompok. Melalui kegiatan ini diharapkan semua siswa dapat memperoleh pengalaman mencipta teks sebagai dasar untuk mengembangkan kompetensi individu. Menyusun Teks Secara Mandiri Setelah melalui tahapan kesatu sampai tahapan ketiga, siswa telah memiliki pengetahuan mengenai model teks yang diajarkan. Siswa mulai memiliki kemampuan yang cukup untuk membuat teks yang mirip dengan model teks yang diajarkan. Dalam tahapan ini, siswa mulai mandiri dalam mengerjakan teks dan peran guru hanya mengamati siswa untuk yang dapat dilakukan dalam tahapan ini antara lain a Untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan, siswa merespon teks lisan, menggaris bawahi teks, menjawab pertanyaan, dan lain-lain, b Untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan dan berbicara, siswa bermain peran, melakukan dialog berpasangan atau berkelompok, c Untuk meningkatkan kemampuan berbicara, siswa melakukan presentasi di depan kelas, d Untuk meningkatkan kemampuan membaca, siswa merespon teks tertulis, menggaris bawahi teks, menjawab pertanyaan, dan lain-lain, e Untuk meningkatkan kemampuan menulis, siswa membuat draft dan menulis teks secara keseluruhan. Guru sebagai Pengembang Budaya Sekolah Dalam petunjuk teknis implementasi Kurikulum 2013 setiap mata pelajaran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 dalam lampiran III dinyatakan bahwa guru berperan aktif dalam pengembangan budaya di sekolah. Perilaku dan sikap peserta didik tumbuh berkembang selama berada di sekolah dan perkembangannya dipengaruhi oleh struktur dan budaya sekolah, serta interaksi dengan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, dan antarpeserta didik. Sekolah sebagai aktivitas belajar harus menciptakan budaya sekolah yang sehat dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Peran guru dalam proses pembelajaran di sekolah harus mengondisikan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didikuntuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagiprakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, danperkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan dengan menerapkan prinsip bahwa 1 bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan, 2 penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, 3 bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena bentuk bahasa yang digunakan itu mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunanya, dan 4 bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia, dan cara berpikir seperti itu direalisasikan melalui struktur teks. Berdasarkan prinsip tersebut guru berperan untuk membuat peserta didik agar gemar membaca dan gemar menulis di sekolah maupun di rumah. Semakin banyak jenis teks yang dikuasai siswa, makin banyak pula struktur berpikir yang dapat digunakannya dalam kehidupan sosial dan akademiknya nanti. Hanya dengan cara itu, peserta didik dapat mengonstruksi ilmu pengetahuannya melalui kemampuan mengobservasi, mempertanyakan, mengasosiasikan, menganalisis, dan menyajikan hasil analisis secara memadai. Sosok guru sebagai multifungsi perlu menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Keteladanan guru dalam budaya sekolah menjadi contoh bagi peserta didik, misalnya guru masuk ke dalam kelas tidak terlambat, guru mengajar dengan metode yang menarik dan menyenangkan, guru menghargai pendapat peserta didik, guru jujur dalam memberikan penilaian otentik tidak pilih kasih, guru gemar membaca yang ditandai dengan wawasan dan pengetahuan guru yang baik. Budaya sekolah yang baik salah satunya dapat ditunjukkan dengan adanya jalinan kerja sama antarguru mata pelajaran yang berbeda. Misalnya, guru mata pelajaran bahasa Indonesia dapat berkolaborasi dengan guru mata pelajaran IPA atau IPS dalam pembelajaran menulis laporan ilmiah. Hubungan antarguru yang akrab dan harmonis dapat diamati dan dirasakan peserta didik. Hal ini mendorong hubungan peserta didik dengan guru dapat terjalin dengan baik. Begitu pula hubungan peserta didik baru dengan peserta didik lama terjalin dengan baik sehingga bentuk kekerasan dapat terhindari. Budaya sekolah yang baik dapat pula diamati dari jalinan interaksi antara sekolah dengan masyarakat dan orang tua. Kerja sama yang baik antarsekolah dengan masyarakat dapat diwujudkan melalui menyukseskan program-program sekolah sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis. KESIMPULAN Melalui pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dalam Kurikulum 2013, siswa diharapkan mampu memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang berfungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Teks dipandang sebagai satuan bahasa yang bermakna secara kontekstual. Metode pembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang SMP, SMA, dan SMK terdiri atas empat tahap, yaitu 1 tahap pembangunan konteks, 2 tahap pemodelan teks, 3 tahap pembuatan teks secara bersama-sama, dan 4 tahap pembuatan teks secara mandiri. Sehubungan dengan perubahan konten materi dan metode pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013, guru perlu meng-upgrate pengetahuan dan meningkatkan kompetensinya sesuai dengan tuntutan kurikulum dan tantangan zaman. Oleh Drs. Teuku Husni, M. Pd., Widyaiswara LPMP Aceh. Email teukuhusni68

karakteristik kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa indonesia